Memilih Saham Berfundamental Kuat
dengan Melakukan Screening
Tidak diragukan lagi bahwa Benjamin Graham merupakan pelopor dari value
investing. Graham memandang saham sebagai sebuah bisnis dan bukan hanya sebagai
komoditi perdagangan. Menurut Graham, investasi adalah tindakan yang melalui
analisis mendalam, menjanjikan keamanan modal kita dan memberikan imbal hasil
yang memuaskan. Tindakan-tindakan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut
bersifat spekulatif. Graham sendiri cenderung berhati-hati dan konservatif
dalam memilih saham. Hal ini dapat dimaklumi karena kepanikan pasar tahun 1907
telah menyebabkan kebangkrutan bagi keluarganya akibat tindakan spekulatif di
bursa saham.
Graham sendiri tidak luput dari depresi besar tahun
1929 yang menyebabkan dana investasi nasabah yang dikelolanya ikut terseret
bersama dengan investor lain. Berangkat dari sinilah Graham mulai meletakkan
dasar-dasar filosofi investasinya yang bersifat konservatif dan bertujuan untuk
melindungi keamanan modal. Kenyataan membuktikan bahwa Graham hanya membutuhkan
waktu lima tahun untuk mengembalikan modal nasabahnya sementara DJIA
membutuhkan waktu 25 tahun untuk kembali ke level sebelum depresi besar
terjadi. Tentu saja ini membuat nama Graham semakin bersinar dan mendapatkan
penghormatan atas integritasnya sebagai fund manager. Salah satu muridnya yang
bahkan dapat jauh melebihi track recordnya tak lain adalah Warren Buffett yang
merupakan orang terkaya ke-2 di dunia sebagai hasil dari investasi. Oleh karena
itu, tentulah akan sangat menarik untuk mencoba menerapkan strategi investasi
Ben Graham. Walaupun untuk dapat secara akurat menerapkannya membutuhkan waktu
dan usaha yang cukup besar, namun konsep-konsep dasar mengenai cara melakukan
screening saham dan valuasi dari Graham bisa kita terapkan karena cukup
sederhana.
Tulisan ini akan dipecah menjadi dua
bagian. Bagian pertama akan membahas mengenai strategi untuk melakukan
screening saham-saham yang layak untuk menjadi sarana investasi kita. Yang
dimaksud dengan screening adalah seperti ’menyaring’. Kita akan mencoba menyaring
saham-saham yang memenuhi kriteria investasi Graham. Tentu saja, penyaringan
tersebut bertujuan mencari saham-saham yang berfundamental kuat sehingga
investasi kita tidak akan bersifat spekulatif. Tulisan pada bagian kedua akan
membahas bagaimana cara melakukan valuasi saham. Jika pada tulisan sebelumnya
telah dipaparkan bagaimana cara menentukan harga wajar saham a la Buffett, maka
kali ini kita akan mencoba melakukan valuasi menggunakan metode dari gurunya,
yaitu Benjamin Graham. Prinsip-prinsip investasi Ben Graham dituangkan pada
kedua bukunya yang sangat legendaris, yaitu Intellegent Investor dan Security Analysis. Konsepscreening Graham sendiri dengan sangat bagus
telah dirangkum oleh John P. Reese dan Jack M. Forehand dalam bukunya: ‘The Guru Investor’. Rangkuman
tersebut akan dipaparkan pada tulisan bagian pertama ini.
Strategi Graham dalam
Memilih Saham
1. Sektor. Graham secara pribadi tidak
berinvestasi pada saham-saham teknologi. Oleh karena itu, kriteria pertama kita
adalah sebagai berikut:
Sektor
Seluruh saham kecuali saham teknologi ≥ Pilih
Saham-saham teknologi < Buang
2. Revenue. Untuk mengurangi risiko, Graham
menginginkan perusahaan yang cukup besar karena kinerjanya cenderung lebih
stabil, memiliki aset yang lebih besar, dan jarang memberikan kejutan-kejutan
yang tidak mengenakkan. Graham merekomendasikan untuk berinvestasi pada
perusahaan dengan revenue tahunan minimal $50 juta atau untuk kondisi saat ini
setara dengan $340 juta.
Komentar: Kondisi di bursa saham AS berbeda
dengan bursa saham Indonesia (BEI). Kapitalisasi pasar NYSE (New York Stock
Exchange) adalah sekitar $28.5 triliun dengan jumlah perusahaan terdaftar
sebanyak 2,773. Artinya, kapitalisasi pasar rata-rata perusahaan di NYSE adalah
$10.3 miliar. BEI sendiri memiliki kapitalisasi pasar sebesar $233 miliar
(dengan asumsi kurs USD/IDR 9200) dengan 405 perusahaan yang terdaftar.
Berdasarkan hal tersebut, kapitalisasi pasar rata-rata perusahaan di BEI adalah
$576 juta. Dengan membandingkan kapitalisasi rata-rata perusahaan di BEI
terhadap NYSE, maka revenue minimal untuk penyesuaian kriteria Graham untuk BEI
adalah sebesar ($576 juta/$10.3 miliar) x $340 juta, atau sekitar $19 juta.
Jika kita nyatakan dalam Rupiah, nilai tersebut setara dengan Rp 175 miliar.
Dengan demikian kriteria kedua kita adalah:
Revenue:
≥ Rp 175 miliar → Pilih
< Rp 175 miliar → Buang
3. Current
Ratio. Graham
menyukai perusahaan dengan likuiditas yang tinggi sehingga risiko terkena
permasalahan keuangan menjadi semakin kecil. Salah satu parameter yang bisa
digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas adalah current ratio (current
assets / current liabilities). Maka kriteria ketiga adalah:
Current Ratio
Current Ratio ≥ 2 → Pilih
Current ratio < 2 dan
perusahaan adalah perusahaan utilitas atau telekomunikasi →Pilih
Current ratio < 2 untuk perusahaan selain itu → Buang
4. Utang
Jangka Panjang tehadap Net Current Assets. Graham
tidak menyukai perusahaan yang utangnya terlalu besar. Yang dimaksud dengan net
current assets adalahcurrent asset dikurangi
dengan current liabilities atau biasa disebut juga dengan working
capital (modal
kerja). Kita harus memastikan bahwa jika saat ini juga aset suatu perusahaan
dilikuidasi, perusahaan tersebut mampu untuk membayar utang baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Dengan demikian kriteria kita selanjutnya:
Utang Jangka Panjang / Net Current
Assets
Utang Jangka Panjang ≥ Net Current Assets → Pilih
Utang Jangka Panjang < Net Current
Assets → Buang
5. Pertumbuhan
EPS Jangka Panjang. Walaupun Graham adalah pelopor value
investing namun growth tetap berperan penting dalam pemilihan
sahamnya. Berbeda dengan growth investing, Graham
menggunakan pertumbuhan EPS (Earning
per Share) masa lalu untuk memperkirakan pertumbuhan EPS di masa
datang. Dengan kata lain, Graham menggunakan pertumbuhan EPS sebagai indikator
kestabilan keuangan suatu perusahaan. Graham menggunakan data selama 10 tahun
ke belakang sebagai acuan. Untuk lebih memastikan, Graham membandingkan EPS
rata-rata selama 3 tahun pada akhir dari periode 10 tahun tersebut dengan EPS
rata-rata selama 3 tahun pada awal dari periode 10 tahun tersebut. Dengan
demikian:
Pertumbuhan EPS Jangka Panjang
(10 tahun ke belakang)
≥ 30% dan tidak ada EPS yang negatif selama 5 tahun terakhir → Pilih
< 30% → Buang
≥ 30% dan ada EPS yang negatif selama 5
tahun terakhir → Buang
6. P/E
Ratio (Price
to Earning Ratio). Rasio ini digunakan Graham untuk
membandingkan harga wajar suatu saham terhadap harga yang diberikan oleh pasar.
Graham menggunakan P/E ratio rata-rata selama 3 tahun terakhir. Oleh karena itu
kriteria berikutnya adalah:
P/E Ratio
P/E ratio ≤ 15 → Pilih
P/E ratio > 15 → Buang
7. P/BV Ratio (Price to Book Ratio). Rasio lain yang digunakan untuk
membandingkan harga wajar saham dengan harga di pasar adalah P/BV ratio. Graham
berpendapat bahwa perkalian antara P/BV ratio dengan P/E ratio tidak boleh
melebihi 22. Dengan demikian:
P/BV Ratio
P/BV x P/E ≤ 22 → Pilih
P/BV x P/E > 22 → Buang
8. Total D/E Ratio (Debt to Equity Ratio). Secara umum, total utang perusahaan
baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak boleh melebihi nilai ekuitasnya.
Untuk perusahaan utilitas, telekomunikasi, dan jalan raya yang perlu diperhatikan
adalah Long Term Debt to Equity Ratio saja karena adanya earning
power. Maka:
Total D/E Ratio
D/E Ratio ≤ 100% → Pilih
Perusahaan utilitas, telekomunikasi, atau jalan raya LTD/E ≤ 100% → Pilih
D/E Ratio > 100% → Buang
Perusahaan utilitas, telekomunikasi,
atau jalan raya LTD/E > 100% → Buang
9. Konsistensi
Pembayaran Dividen. Graham
sangat menyukai perusahaan yang membayarkan dividen secara terus-menerus selama
20 tahun terakhir berapapun jumlahnya.
Komentar: Saat ini sudah sangat jarang
perusahaan yang sangat konsisten membayarkan dividen. Perusahaan bisa saja
tidak memberikan dividen namun mempergunakan labanya untuk keperluan ekpansi
atau buyback sahamnya.
Oleh karena itu saya pribadi tidak menjadikan kriteria ini sebagai suatu
keharusan.
Kesembilan kriteria tersebut merupakan strategi Ben
Graham untuk memilih suatu saham. Tentu saja untuk tahap selanjutnya kita juga
harus mengetahui harga wajar dari suatu saham. Cara untuk mengetahuinya adalah
dengan melakukan valuasi.
Pada bagian kedua dari tulisan ini akan
dipaparkan bagaimana cara Graham untuk melakukan valuasi saham. Kita juga akan
mencoba untuk melakukan studi kasus pada beberapa saham, baik screening maupun valuasinya.
source : http://parahita.wordpress.com/2010/05/26/memilih-saham-a-la-benjamin-graham-bagian-1/